I Wayan Gede Suwahyu, SH., MH: Perjanjian Hutang Tidak Ada Kaitan Dengan Perjanjian Jual Beli

 

LINTASCAKRAWALANEWS.COM – I Wayan Gede Suwahyu, SH., MH didampingi Anak Agung Gede Oka, SH dari Kantor Konsultan Hukum Suwahyu & Rekan yang beralamat di Jalan Subadra, Tampaksiring, Gianyar Bali serta cliennya I Nyoman Ratawan mengatakan, pihaknya selaku kuasa hukum I Nyoman Ratawan sangat keberatan atas pelaksanaan eksekusi No. 6/Pdt.Eks/2025/PN Gin. Oleh karena perjanjian utang piutang tanggal 22 – 12 – 2021 yang di buat oleh Londri tersebut cacat hukum, sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.

I Wayan Gede Suwahyu, SH., MH menjelaskan, dalam keputusan tersebut memenangkan pihak penggugat yakni Londri yang menajamkan masalah perjanjian hutang, padahal menurut kami perjanjian hutang tersebut tidak ada kaitannya dengan perjanjian jual beli antara Ratawan dengan Murdika pemilik tanah.

Lanjut I Wayan Gede Suwahyu, SH., MH, sedangkan dalam perjanjian hutang hanya Londri sebagai istri Murdika memiliki hutang dengan Ratawan. Disini perlu juga dijelaskan, bahwa pengakuan tandatangan dalam perjanjian hutang ada keanehan yakni nama anaknya yang bernama Nurjaya, menurut pemeriksaan di Polda Bali tentang laporan peristiwa pidana yang menyatakan bahwa itu adalah tanda tangan Murdika.

“Padahal yang menandatangani perjanjian hutang adalah anaknya sendiri, yang saat itu disaksikan oleh Ratawan bersama istri Ratawan yakni Armini. Hal tersebut di duga dalam perkara ini, cenderung ada dugaan peristiwa pidana penipuan dan penggelapan sesuai pasal 372 dan 378,” kata I Wayan Gede Suwahyu, SH., MH.

I Wayan Gede Suwahyu, SH., MH menyatakan, dapat dijelaskan kronologis dari awal sampai akhir yakni, Ratawan didatangi oleh seseorang yang bernama Londri dan Murdika datang ke kediaman Ratawan, menawarkan sebuah tanah berisi bangunan home stay yang saat itu dalam kondisi rusak, untuk meminjam uang guna membayar hutang di BPR.

“Ratawan tidak berani memberikan pinjaman karena tidak ada uang untuk dipinjamkan, selanjutnya karena tidak dapat meminjamkan uang, berikutnya Londri datang lagi bersama temannya IGA Firda dan Mamang Awed saat itu Ratawan tidak kenal dengan IGA Firda dan Mamang, mulai saat itulah baru kenal dengan IGA Firda,” kata I Wayan Gede Suwahyu, SH., MH.

Lanjut I Wayan Gede Suwahyu, SH., MH, IGA Firda memberi saran dan solusi karena Ratawan tidak mau meminjamkan uang, maka Ratawan disarankan untuk membeli, dengan saran tersebut Ratawan berpikir dan berminat untuk membeli dan mempunyai gambaran akan meminjam uang di bank untuk melunasi hutang Londri di bank sebagai tanda pembelian tanah tersebut.

“Kemudian melalui IGA Firda, Ratawan memberikan uang kepada Firda untuk menebus sertifikat di bank atas nama Murdika dengan tujuan setelah pembayaran tersebut sertifikatnya diserahkan kepada Ratawan,” kata I Wayan Gede Suwahyu, SH., MH.

I Wayan Gede Suwahyu, SH., MH mengatakan, setelah sertifikat diambil di bank oleh Londri dan Murdika dibawa pulang, selanjutnya kurang lebih satu minggu, Ratawan menanyakan keberadaan sertifikat tersebut dan Londri mengatakan sertifikat dibawa IGA Firda, kemudian Ratawan menghubungi IGA Firda menanyakan sertifikat tersebut sesungguhnya siapa yang membawa, jawaban IGA Firda dari awal semenjak diambil di bank sertifikat dibawa Londri, disitu kelihatan Londri sudah mulai ada kebohongan mengenai keberadaan sertifikat tersebut.

“Melihat hal tersebut, Ratawan kecewa dan menyatakan akan melapor ke pihak berwajib, setelah kurang lebih satu minggu sertifikat dibawa ke Ratawan dan berjanji akan melaksanakan jual beli, dua minggu kemudian nelpon Ratawan diajak proses jual beli tanggal 22 Desember 2021,” kata I Wayan Gede Suwahyu, SH., MH.

I Wayan Gede Suwahyu, SH., MH menjelaskan, pada 22 Desember 2021 datanglah Londri bersama suaminya serta anaknya rencana akan melaksanakan jual beli menjemput Ratawan dengan mobil kijang warna hitam, sampai di rumah Ratawan pagi hari kira kira pukul 7 Wita, sebelum berangkat ke notaris yang ditunjuk oleh Londri, Londri menyodorkan sehelai kertas yang sudah bertuliskan perjanjian hutang, yang menjadi pihak pertama Londri dan pihak kedua Ratawan, jadi hutang tersebut antara Ratawan dengan Londri, Ratawan sempat metolak, namun Londri memaksa Ratawan untuk menandatangani dengan alasan bahwa surat tersebut untuk mempermudah proses jual beli.

“Setelah ditandatangani Ratawan dan Londri yang disaksikan oleh anaknya Londri yang namanya Nurjaya, dan kertas yang berisi perjanjian hutang tersebut dibawa oleh Londri, nah setelah itu baru berangkat ke notaris,” kata I Wayan Gede Suwahyu, SH., MH.

I Wayan Gede Suwahyu, SH., MH menyatakan, setelah sampai di notaris selanjutnya melakukan proses jual beli berikut masalah pembayaran yang telah disetujui dan telah dibayar, serta produk jual beli telah dibacakan oleh notaris dan pasal – pasal perjanjian secara lengkap kedua belah pihak menyatakan tidak ada masalah, maka terjadilah penandatangan jual beli secara sah.

“Keesokan harinya 23 Desember 2021 katanya Londri membawa secarik kertas pernyataan hutang yang dibuat pagi hari diberikan kepada notaris, Ratawan tidak mengetahui Londri membawa surat hutang ke notaris. Surat hutang tersebut tidak ada kaitannya dengan jual beli yang sudah berlangsung,” kata I Wayan Gede Suwahyu, SH., MH.

I Wayan Gede Suwahyu, SH., MH mengatakan, kalau ditinjau dari peristiwa tersebut, ada suatu menstrea kebohongan kemudian berlanjut ke pembuatan perjanjian hutang yang seolah – olah Londri mempunyai hutang kepada Ratawan, padahal dari awal uang yang digunakan untuk pembayaran di bank adalah uang untuk membayar lunas tanah tersebut melalui PPJB di notaris.

I Wayan Gede Suwahyu, SH., MH mengatakan, kalau ditinjau dari peristiwa pidana Pasal 378 mengenai tindak pidana penipuan yang menyatakan bahwa siapa saja yang dengan sengaja menggunakan nama palsu, martabat palsu, tipu muslihat atau rangkaian kebohongan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dan akibatnya berhasil menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang, memberi utang, atau menghapus piutang, maka ia akan diancam pidana penjara paling lama empat tahun.

“Disana ada menstrea secara sistematis membuat seolah – olah adanya hutang, maka besar kemungkinan di duga ada peristiwa tersebut adalah peristiwa pidana,” kata I Wayan Gede Suwahyu, SH., MH. @ (RED/NU)

 

 

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *