Oknum Warga Karendan Mangaku Pasang Badan Terkait Kadesnya Dilaporkan Ke Polisi, Pemilik Lahan Angkat Bicara 

 

LCN || Pemilik Hak Kelola lahan masuk dalam IUP PT. Nusa Persada Resources (NPR) Hayatul Ridhayanni, Hj. Aisyah dan Mardi Siswoyo angkat bicara terkait adanya oknum warga desa Karendan yang mau pasang badan soal laporan mereka ke polisi mengenai Kadesnya.

“Ya silahkan warga Karendan yang bilangnya mau pasang badan terkait laporan kami itu. Kami tidak takut,”ujar salah satu pemilik lahan, Hayatul Ridhayanni kepada media ini, Selasa (20/5/2025) malam.

Karena jelasnya, laporan kami ke polisi itu sebab kades mereka, mengeluarkan lagi SKT di lahan kami, sehingga menjadi tumpang tindih kepemilikan lahan.

“Padahal lahan itu hasil kami beli, dan SKT pun di keluarkan kadesnya sehingga kami membayar PBB dan lainya. Bukti kami lengkap, katanya.

Dan yang parahnya lagi tambahnya, dari isu yang beredar bahwa sebagian lahan kami yang telah digarap Pihak PT.NPR telah diterima oleh Kepala Desa Karendan dan Kepala Desa Muara Pari.

“Tanpa Seijin dan sepengetahuan kami selaku Pemilik Sah, itu lah sebabnya kami laporkan kades mereka ke polisi,”ungkapannya.

Sementara, Putes Lekas Selaku Ketua Dewan AMAN dan Juga Sekretaris Gerbang Dayak DPC Barito Utara menyangka sikap oknum warga tersebut.

Padahal perbuatan kepala desa yang menerima uang dari korporasi untuk ganti rugi hak kelola masyarakat namun tidak menyampaikannya kepada yang berhak, dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi,”ucapnya.

Sebagaimana tambahnya, diatur dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, khususnya Pasal 2 dan Pasal 3 yang mengatur tentang penyalahgunaan wewenang dan kerugian keuangan. Selain itu, perbuatan tersebut juga dapat diatur dalam KUHP, seperti Pasal 372 tentang penggelapan.

Dalam kasus ini, kepala desa dapat dijerat dengan pasal-pasal tersebut karena telah melakukan penyalahgunaan wewenang dan menggelapkan uang yang seharusnya diberikan kepada masyarakat sebagai ganti rugi.

Dalam hal ini koorporasi yang memberikan uang melalui kepala desa tanpa kesepakatan atau kuasa dari pengelola lahan juga dapat dijerat sebagai mana pasal lain yaitu sebagaimana.

1. *Pasal 55 KUHP tentang Penyertaan*: Jika korporasi secara sengaja membantu atau memfasilitasi kepala desa dalam melakukan tindak pidana korupsi.

2. *Pasal 56 KUHP tentang Pembantuan*: Jika korporasi memberikan bantuan kepada kepala desa dalam melakukan tindak pidana korupsi.

Selain itu, korporasi juga dapat dijerat dengan peraturan perundang-undangan lain, seperti Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, jika korporasi melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan hukum.

Walaupun sudah dilapor atau selama proses, masyarakat tetap memiliki hak kelola atas lahan tersebut sebelum putusan pengadilan. Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh korporasi dan kepala desa tidak secara otomatis menghilangkan hak kelola masyarakat atas lahan tersebut.

Hak kelola masyarakat atas lahan tersebut tetap berlaku sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkrah) yang memutuskan lain. Jika putusan pengadilan membatalkan hak kelola masyarakat, maka hak tersebut akan hilang. Namun, sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, hak kelola masyarakat tetap berlaku.

Dalam proses hukum, masyarakat dapat meminta perlindungan hukum untuk menjaga hak-hak mereka atas lahan tersebut, seperti meminta pengadilan untuk mengeluarkan putusan sela atau putusan lain yang dapat melindungi hak-hak mereka. (rls/red)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *