Pembebasan Lahan Diduga Tanpa Seizin Pemilik, 2 Oknum Kades Kecamatan Lahei Dilaporkan ke Polisi

LCN || PT. Nusa Persada Resources (NPR) perusahaan pertambangan Batubara yang beroperasi di dalam wilayah Desa Karendan Kecamatan Lahei Kabupaten Barito Utara Kalimantan Tengah Diduga Garap lahan Masyarakat tanpa adanya Ganti Rugi, Sabtu, 03/05/2025

Seperti yang telah disampaikan Hayatul Ridhayanni, Hj. Aisyah dan Mardi Siswoyo bahwa sebagian dari Lahan mereka Saat ini telah digarap Pihak PT. NPR.

Kami Selaku Pemilik Hak Kelola Yang sah sangat Keberatan dan Kecewa kepada Pihak PT. NPR dengan semena-mena menggarap Lahan Kami.

“Padahal jauh Sebelum Pihak perusahaan melakukan Penggarapan , Kami sudah Mengkonfirmasi bahwa kami memiliki beberapa bidang Kebun/Lahan didalam Ijin Konsesi Mereka” Jelas Mardi Siswoyo.

Hayatul Ridhayanni Menambahkan Bahwa sebelumnya telah ada Surat Kesepakatan antara Pihak PT. NPR dengan Pemerintah Desa karendan dan Mantir Adat Karendan tertanggal 14 Desember 2024 namun dilanggar.

Bahkan pada 28 Februari 2025 kami melakukan pertemuan dengan pihak PT. NPR yang difasilitasi Polres Barito Utara, namun belum ada titik temu, ucap Hj. Aisyah.

Hingga Pada 26 April 2025 Kemarin kami melakukan cek lapangan ternyata Lahan kami Masih digarap, dan isu yang beredar bahwa sebagian lahan kami yang telah digarap Pihak PT.NPR telah diterima oleh Kepala Desa Karendan dan Kepala Desa Muara Pari tanpa Seijin dan sepengetahuan Kami selaku Pemilik Sah, Ucap Hayatul Ridhayanni.

Lahan tersebut hasil Kami membeli, dan Kami memegang SPKT dan SPHKAT yang di keluarkan Pemerintah Desa karendan dan kami juga telah nembayar PBB dan lainya, Tegas nya.

Ada apa ?, kok Kedua Kades berani melangkahi kami menerima ganti rugi lahan Kami. Kami Sudah menyurati Kapolres Barito Utara, san apabila dalam waktu dekat tidak ada Penjelasan secara resmi dari pihak terkait Kami akan melakukan aksi dan melakukan proses ini ke Jenjang selanjutnya berdasarkan Hukum dan Hukum Adat Yang Berlaku, Ucap Hayatul.

Putes Lekas Selaku Ketua Dewan AMAN dan Juga Sekretaris Gerbang Dayak DPC Barito Utara menerangkan bahwa Perbuatan kepala desa yang menerima uang dari korporasi untuk ganti rugi hak kelola masyarakat namun tidak menyampaikannya kepada yang berhak, dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, khususnya Pasal 2 dan Pasal 3 yang mengatur tentang penyalahgunaan wewenang dan kerugian keuangan.

Selain itu, perbuatan tersebut juga dapat diatur dalam KUHP, seperti Pasal 372 tentang penggelapan.

Dlam kasus ini, kepala desa dapat dijerat dengan pasal-pasal tersebut karena telah melakukan penyalahgunaan wewenang dan menggelapkan uang yang seharusnya diberikan kepada masyarakat sebagai ganti rugi

Dalam hal ini  koorporasi yg memberikan uang melalui kepala desa tanpa kesepakatan atau kuasa dari pengelola lahan juga dapat dijerat sebagai mana pasal lain yaitu sebagaimana

1. *Pasal 55 KUHP tentang Penyertaan*: Jika korporasi secara sengaja membantu atau memfasilitasi kepala desa dalam melakukan tindak pidana korupsi.

2. *Pasal 56 KUHP tentang Pembantuan*: Jika korporasi memberikan bantuan kepada kepala desa dalam melakukan tindak pidana korupsi.

Selain itu, korporasi juga dapat dijerat dengan peraturan perundang-undangan lain, seperti Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, jika korporasi melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan hukum.

Walaupun sudah dilapor atau selama proses, masyarakat tetap memiliki hak kelola atas lahan tersebut sebelum putusan pengadilan. Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh korporasi dan kepala desa tidak secara otomatis menghilangkan hak kelola masyarakat atas lahan tersebut.

Hak kelola masyarakat atas lahan tersebut tetap berlaku sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkrah) yang memutuskan lain. Jika putusan pengadilan membatalkan hak kelola masyarakat, maka hak tersebut akan hilang. Namun, sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, hak kelola masyarakat tetap berlaku.

Dalam proses hukum, masyarakat dapat meminta perlindungan hukum untuk menjaga hak-hak mereka atas lahan tersebut, seperti meminta pengadilan untuk mengeluarkan putusan sela atau putusan lain yang dapat melindungi hak-hak mereka. (tks/red)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *