BARITO UTARA || Salah satu perusahaan tabang batu bara di Kabupaten Barito Utara, Provinsi Kalimantan Tengah yang saat ini masih tahap mediasi klaim lahan antara masyarakat masih berperoses di kantor Polres Barito Utara masih berlanjut mengarah ke tahap pengecekan lapangan lahan seluas sekitar 140 hektar.
Padahal lahan tersebut telah dibayar oleh pihak perusahaan tersebut yaitu PT. Nusa Paersada Resources (NPR) ke beberapa pihak penerima, itu pun terungkap pada forum mediasi tanggal 28 Februari 2025 di Kantor Polres Barito Utara.
Akan tetapi semasih tahap sosialisasi di tingkat Kecamatan Lahei beberapa bulan tahun 2024 lalu sudah dilakukan transaksi pembayaran oleh pihak PT. NPR dan diketahui oleh Tim Kecamatan Lahei lahan seluas 140 hektar tersebut.
Namun belum selesai lahan seluas 140 hektar masalahnya, muncul lagi lahan seluas sekitar 190 hektar, kemudian baru-baru ini menurut informasi narasumber terpercaya yang didapat, bahwa terjadi kesepakatan pada tanggal 26 Maret 2025.
Antara pihak PT. NPR dengan dua (2) Kepala Desa yaitu, Kepala Desa Muara Pari dan Kepala Desa Karendan yang mana 45% untuk Desa Muara Pari dan 55% untuk Desa Karendan dari luasan lahan 190 hektar tersebut.
Artinya lahan untuk pemilik hak masyarakat Desa Muara Pari seluas 85,5 hektar apabila dikalikan Rp.25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah) per/Ha maka totalnya sebesar Rp. 2.137.500.000 (Dua milyar seratus tiga puluh tujuh lima ratus ribu rupiah) yang diterima Kepala Desa Muara Pari Mukti Ali.
Dan sedangkan lahan seluas 104,5 hektar dikalikan Rp.25.000.000 (Dua puluh lima juta rupiah) jumlah sebesar Rp.2.612.500.000 (Dua milyar enam ratus dua belas juta lima ratus ribu rupiah) diterima Kepala Desa Karendan Ricki.
Jumlah dana tali asih hak masyarakat keseluruhan dari lahan seluas 190 hektar x Rp.25.000.000 = Rp.4.750.000.000 (Empat milyar tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Kesepakatan dua Kepala Desa tersebut dan pihak PT.NPR transaksinya atau pembayaran lahan hak masyarakat informasinya juga melalui transfer rekening Kepala Desa itu sendiri setelah beberapa hari sebelumnya mengadakan kesepakatan pembagian lahan yang akan dibebaskan oleh perusahaan PT.NPR.
Menanggapi hal tersebut, Ahmad Yudan Baya selaku Penerima Kuasa kelompok Hadriani, Damai dan Jalemu masyarakat Desa Muara Pari kecam keras atas kesepakatan tersebut dan bahkan transaksi pembayaran secara diam-diam tanpa sepengetahuan pemilik hak atas lahan.
”Lahan itu, dikelola yang di jaga secara turun-temurun tidak didapatkan sistem kapleng sana sini itulah dasar mereka dan tambah bukti kelola dilapangan.
Namun sebagian lahan telah tergarap pihak PT. NPR sehingga memusnahkan tanda pengelolaan fisik kebanyakan” kata Ahmad Yudan Baya yang dikenal kritis sebagai aktivis tersebut kepada media ini, Jumat (11/4/2025) Sore.
Berdasarkan notulan kesimpulan rapat pada tanggal 28 Februari 2025 di Kantor Kapolres Barito Utara kata Yudan, khusus pemilik hak atas lahan luas 140 hektar dasar awal mediasi.
”Untuk mediasi berikutnya tetang lahan luas 190 adalah hak keturunan Pemberi Kuasa bukan hak orang lain di Desa Muara Pari, karena hamparan lahan Sei Pari Hulu adalah keturunan Kakek Ketong dan Tede,”Terang Yudan.
Dan lanjutnya, lahan hak secara adat turunan tersebut berdasarkan surat yang kami bentuk kelompok atau gabungan para pemilik hak yang mengelola dan menjaga sebagai tempat usaha, 3 (tiga) Kelompok yang dikeluarkan oleh Kepala Desa Muara Pari sejak tahun 2003.
“Bahkan atas hal kejadian ini, dua Kepala Desa tersebut akan kami laporkan ke Bapak Kapolri dan Bapak Presiden RI agar diproses hukum siapa saja yang terlibat,” Tegas Yudan dengan nada tinggi dan sangat lantang.
Yudan menambahkan, suatu saat kegiatan PT. NPR diatas lahan kelompok keturunan Pemberi Kuasa yang di jaga kelola sumber kehidupan dan pasti akan selalu bermasalah dilapangan.
“Dan PT. NPR juga dalam waktu dekat akan kami laporkan ke Pemerintah Pusat dari pada hanya untuk menimbulkan polemik diantara kami sesama masyarakat Desa Muara Pari dan hanya menjadi preseden buruk saja,”Ungkap Yudan.
Sementara Wakil Ketua II Dewan Adat Dayak (DAD) Kabupaten Barito Utara, Hoson angkat bicara atas kejadian tersebut saat ditemui dikediamannya,” Jumat (11/4/2025) malam.
Ia pun sangat menyayangkan dan sangat tidak sependapat atas kesepakatan dan transaksi oleh pihak PT. NPR terhadap 2 Kepala Desa tersebut.
Harusnya jelas Hison, kesepakatan itu melalui pemilik hak lahan, dan pembayaran juga harus dengan pemilik lahan. Kepala Desa silahkan diundang hanya sebagai saksi, bukan seolah-olah sebagai pemilik hak, itu beda,” kata Hison.
”Ini bukan dana desa atau dana dari pemerintah pusat dan daerah yang langsung melalui kades dan dikelola kades, sangat mustahil terang Hison. hak masyarakat kok tambahnya lagi.
Demikian juga dengan harga katanya, harus negosiasi dulu tentang berapa nominal dengan pemilik hak, jangan sembarangan karena ini menyangkut kesejahteraan masyarakat apalagi hilangnya mata pencaharian secara adat.
“Kalau seperti ini, tidak menunup kemungkinan akan menimbulkan proses hukum, baik hukum adat, atau hukum positif dan pasti viral dan bermasalah akan berlanjut,”tutupnya.
Pada pertemuan dikantor Polsek Lahei para pengurus dan pemilik hak atas lahan yang berada di IUP PT.NPR Desa Muara Pari tanggal 20/2/2025 sekaligus menyampaikan berkas legalitas lahan untuk bahan telaah dan identifikasi
Kapolsek Lahei menjelaskan penanganan mediasi untuk lahan luas 140 di kantor Polres Barito Utara agar ada petunjuk siapa-siapa nama sebagai hak lahan untuk lanjutan lahan seluas 190 Ha yang akan dimediasi di kantor Polsek Lahei,”Jelas D A.Pasaribu di ruang kerjanya.