LINTASCAKRAWALANEWS.COM – Tuntutan jaksa penuntut umum kepada terdakda I Kadek ADP yang ringan tentunya tidak sesuai dengan asas keadilan, sebagaimana perbuatan yang dilakukan terdakwa terhadap istrinya Ni RSA.
Drs. I Gede Alit Widana, SH., M.Si kepada awak media di kantornya Rekonfu Law Firm 87 mengatakan, pihaknya dari Rekonfu Law Firm 87 memang benar telah menerima surat kuasa dari klien kami ibu Ni RSA, tentang kasus kekerasan dalam rumah tangga, sebagaimana dalam Pasal 44 Undang – Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, dan laporan telah dilaksanakan di Polres Badung pada Nopember 2024, kemudian telah di proses dan sekarang sudah memasuki sidang di Pengadilan Negeri Denpasar.
“Kalau ditinjau dari sanksi pidana yang diatur oleh Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, itu sudah jelas sekali bahwa Pasal 44 ayat 1 mengamanatkan sanski pidana bagi kekerasan yaitu 5 tahun penjara dan atau denda Rp15 juta, apabila luka biasa, sanksi 10 tahun penjara dan atau denda Rp30 juta bila mengakibatkan luka berat, sanksi pidana 15 tahun dan atau denda Rp45 juta bila mengakibatkan kematian.
“Pihaknya selaku kuasa hukum korban Ni RSA minta kepada majelis hakim supaya mengeluarkan keputusan seadil – adilnya, dimana saat ini tuntutan jaksa kepada terdakwa sangat ringan,” kata Drs. I Gede Alit Widana, SH., M.Si mantan Wakapolda Bali ini.
Drs. I Gede Alit Widana, SH., M.Si menjelaskan, bahwa terdakwa I Kadek ADP pada November 2024 di Kerobokan, Kuta Utara, Badung melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga terhadap saksi/korban Ni RSA adalah istri dari terdakwa.
Lebih lanjut Drs. I Gede Alit Widana, SH., M.Si menjelaskan, akibat kejadian tersebut saksi/korban Ni RSA merasa trauma dan ketakutan, berdasarkan hasil Visum et Repertum di RS Mangusada Nomor: 445/12568/VISUM/RSDM/2024 tanggal 20 November 2024, bahwa ditemukan luka lecet berbentuk garis berukuran empat koma lima sentimeter kali satu sentimeter, dan pada sudut rahang bawah sisi kanan dan kiri ditemukan luka memar berupa area nyeri pada penekanan.
“Dari pemeriksaan VER diperoleh kesimpulan bahwa pada pemeriksaan saksi/korban Ni RSA ditemukan lecet dan luka memar,” urai Drs. I Gede Alit Widana, SH., M.Si.
Drs. I Gede Alit Widana, SH., M.Si mengatakan, bahwa tuntutan jaksa dengan Pasal 44 Ayat (4) Undang – Undang RI Nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga Jo. Pasal 6 Undang – Undang RI Nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dinilai terlalu ringan, untuk itulah pihaknya minta kepada majelis hakim yang akan memutus perkara ini supaya mengeluarkan keputusan seadil – adilnya, karena melihat psikis cliennya Ni RSA.
Lanjut Drs. I Gede Alit Widana, SH., M.Si menjelaskan, dalam dakwaan jaksa penuntut umum antara terdakwa I Kadek ADP dengan Ni RSA mereka menikah berdasarkan surat keterangan perkawinan umat Hindu Nomor: 5103/KW19092022-0007 tanggal 19 September 2022 bahwa cliennya Ni RSA dengan terdakwa I Kadek ADP memiliki akta perkawinan.
Drs. I Gede Alit Widana, SH., M.Si menjelaskan, terdakwa I Kadek ADP dengan kliennya Ni RSA adalah sah dalam ikatan perkawinan sebagai suami istri, mereka telah melangsungkan pernikahan pada tanggal 19 September 2022, dan itu ada akta perkawinannya, jadi tidak benar dibilang bahwa belum sah, sehingga dalam pledoinya yang mengatakan bahwa pasalnya dirubah ke 351 352 itu tidak benar, mengapa KDRT dimasukkan ke pasal 351 352 sehingga tuntutannya ringan.
“Tuntutan merupakan hak dari pada kejaksaan kami sangat menghormati, namun tolonglah dilihat rasa keadilannya dari pencari keadilan, kalau memang ancaman hukumannya minimal 5 tahun, mengapa menjadi 4 bulan, apa penerapan pasalnya, kenapa bisa menjadi 351, 352 kan tidak benar itu dan ini sah ada akta perkawinannya, di dalam pledoinya menyatakan bahwa mereka tidak sah di dalam perkawinan, ini saya tunjukkan bahwa ini sah mereka sebagai suami istri,” kata Drs. I Gede Alit Widana, SH., M.Si.
Drs. I Gede Alit Widana, SH., M.Si menjelaskan, sebelumnya pada bulan Januari saya sendiri beserta keluarga dari kliennya, dan prajuru desa adat datang ke rumahnya di Gianyar untuk mediasi, tetapi mediasinya mentok.
“Semoga ini menjadi pembelajaran bagi kita semua, dan mohon kepada yang mulia majelis hakim, yang menangani kasus ini walaupun tuntutan 4 bulan, mohon diputuskan dengan seadil – adilnya,” pintas Drs. I Gede Alit Widana, SH., M.Si.
Ketika disinggung bila putusan majelis hakim nantinya sesuai tuntutan jaksa yaitu 4 bulan penjara, Drs. I Gede Alit Widana, SH., M.Si mengatakan, pihaknya nanti akan berkoordinasi dengan kliennya, untuk tindakan menempuh upaya hukum selanjutnya.
“Ini murni kekerasan dalam rumah tangga, karena terjadinya saat mereka sudah menikah, dan buktinya lengkap, termasuk hasil visum sudah ada, saksi – saksinya sudah ada,” tegas Drs. I Gede Alit Widana, SH., M.Si.
“Kekerasan itu banyak jenisnya yakni kekerasan biasa yang tidak mengakibatkan luka berat, tetapi disamping itu yang namanya kekerasan yang mengakibatkan tekanan psikologis itu yang berat,” pungkas Drs. I Gede Alit Widana, SH., M.Si. @ (RED/TIM/NU)